Melihat Peluang Ekonomi Syariah di Indonesia

Apabila membahas mengenai peluang ekonomi syariah di Indonesia, tentunya dapat dikatakan bahwa seharusnya Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial mengingat Indonesia sendiri adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Akan tetapi, jumlah penduduk muslim di Indonesia saat ini sendiri belum sebanding dengan pangsa pasar syariah. Seperti dilansir dalam kompas.com, pangsa pasar syariah Indonesia hingga Oktober 2017 baru mencapai 8%, di mana Malaysia sudah mencapai angka di atas 23%, Arab Saudi sudah mencapai angka di atas 50%, dan Uni Emirat Arab sudah mencapai 19,6% pada Juli 2017.  

Adapun beberapa penyebab masih rendahnya pangsa pasar syariah di Indonesia adalah ekonomi syariah sendiri yang masih belum dapat dipenuhi oleh perbankan ataupun lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi, permasalahan utama yang dihadapi ekonomi syariah di Indonesia saat ini adalah masih rendahnya tingkat literasi keuangan syariah dan tingkat utilitas produk keuangan syariah. Bukan hanya itu, masih terdapat berbagai keterbatasan dalam ekonomi syariah di Indonesia saat ini, diantaranya keterbatasan suplai produk syariah, keterbatasan akses akan produk keuangan syariah, dan keterbatasan sumber daya manusia. Oleh karena itu, optimalisasi koordinasi dengan para pemangku kepentingan, serta kebijakan jasa keuangan yang selaras sangat diperlukan untuk dapat saling mendukung perkembangan seluruh sektor keuangan syariah.

Oleh karena itu, regulator kini mulai memberi perhatian lebih dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. Keseriusan regulator tergambar dalam road map pengembangan keuangan syariah 2017 – 2019 pada situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam road map ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki visi untuk mewujudkan industri jasa keuangan syariah yang tumbuh dan berkelanjutan, berkeadilan, serta memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan menuju terwujudnya Indonesia sebagai pusat keuangan syariah dunia. Adapun salah satu program kerja yang dicanangkan dalam mencapai visi tersebut adalah pemanfaatan fintech dalam rangka memperluas akses keuangan syariah. Bukan hanya itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo juga menargetkan Indonesia dapat menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah pada 2024 pada saat gelaran acara Indonesia Shari’a Economic Forum di Surabaya. Kegiatan yang diadakan mencoba mengembangkan sektor keuangan dengan perekonomian sektor riil yang diwujudkan melalui implementasi tiga pilar ekonomi dan keuangan syariah, yaitu pemberdayaan ekonomi syariah, pendalaman pasar keuangan syariah, dan penguatan riset dan edukasi ekonomi dan keuangan syariah. Hal ini membuktikan bahwa regulator tampaknya serius dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia.

Fintech, khususnya peer-to-peer financing kini juga ambil bagian dalam memaksimalkan potensi pertumbuhan ekonomi syariah di tanah air. Salah satunya adalah Investree. Sebagai satu-satunya peer-to-peer financing yang telah mendapatkan surat rekomendasi penunjukkan tim ahli Syariah dari Dewan Syariah Nasional dan telah tercatat dalam Direktorat Institusi Keuangan Non Bank Syariah Otoritas Jasa Keuangan (IKNB OJK) sebagai bagian dari layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, kini telah menghadirkan layanan Investree Syariah. Investree Syariah memberikan layanan pembiayaan untuk modal usaha atau pendanaan yang sah berdasarkan aturan dan ketetapan syariah. Dengan menggunakan skema peer-to-peer financing yang halal dan menguntungkan, bagi Borrower yang membutuhkan pembiayaan dan Lender yang ingin memperoleh imbalan atas pendanaannya akan dipertemukan dalam satu wadah yang disebut dengan marketplace. Dengan hadirnya layanan Investree Syariah, Investree berharap dapat terus membantu bisnis UMKM tumbuh, dengan memenuhi kebutuhan pendanaan dan pembiayaan akan pinjaman tanpa riba sesuai dengan prinsip syariah sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia